SUMENEP, Indeks Jatim – Di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi, mahasiswa Universitas Wiraraja menunjukkan bahwa pelestarian budaya bukanlah sekadar romantisme masa lalu, melainkan langkah strategis untuk membangun identitas dan daya saing bangsa.
Di tangan para mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Wiraraja, semangat pelestarian budaya menemukan bentuknya. Melalui seminar bertema “Potensi Budaya Daerah Madura sebagai Daya Tarik Wisatawan Internasional”, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP menghadirkan sebuah forum yang menggabungkan idealisme akademik dengan kepedulian kultural.
Lebih dari 100 peserta hadir, mulai dari mahasiswa, dosen, pelaku seni, hingga masyarakat umum. Mereka duduk berdampingan, menandakan bahwa pelestarian budaya bukan hanya urusan akademisi, tetapi tanggung jawab bersama. Di tengah suasana hangat dan penuh semangat itu, dua narasumber ternama diundang untuk membagikan pandangan mereka.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dr. Dinara Maya Julijanti, S.Sos., M.Si, dosen FISIB Universitas Trunojoyo Madura yang dikenal dengan kajian sosial budayanya, dan H. Ibnu Hajar, M.Pd, budayawan nasional yang sepanjang hidupnya mendedikasikan diri bagi pengangkatan nilai-nilai luhur budaya Madura.
Madura dan Daya Tarik Dunia
Dalam paparannya, Dr. Dinara Maya Julijanti menyoroti pentingnya pendekatan akademik dalam melihat budaya. Ia menjelaskan bahwa Madura memiliki modal sosial dan budaya yang kuat untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata bertaraf internasional.
“Mulai dari karapan sapi, batik tulis Madura, sape sonok, hingga kuliner khas yang penuh cita rasa, semuanya adalah narasi otentik yang tidak dimiliki daerah lain. Tantangannya adalah bagaimana mengemasnya dengan inovasi tanpa menghilangkan nilai aslinya” jelas Dinara.
Sementara itu, H. Ibnu Hajar, M.Pd membumikan pandangan tersebut lewat kisah nyata perjuangan para seniman dan tokoh adat yang terus berupaya menjaga tradisi. Ia berbicara dengan nada lirih namun tegas.
“Budaya adalah nafas masyarakat. Ketika budaya hilang, kita kehilangan arah. Karena itu, tugas generasi muda bukan sekadar mengagumi, tapi menghidupkan budaya itu dalam kehidupan sehari-hari”
Dari Ruang Diskusi Menuju Gerakan Nyata
Seminar ini bukan hanya wadah untuk bertukar gagasan, tetapi juga lahirnya komitmen bersama. Para peserta diajak menyusun ide-ide kolaboratif untuk memetakan potensi budaya Madura, serta merumuskan strategi agar dapat menjadi daya tarik wisata internasional yang berkelanjutan.
Dalam sesi diskusi, beberapa mahasiswa mengemukakan gagasan inovatif, mulai dari digitalisasi cerita rakyat, festival budaya lintas kampus, hingga pengembangan paket wisata berbasis edukasi. Gagasan-gagasan itu menandakan bahwa semangat pelestarian budaya kini menemukan bentuk baru, modern, kreatif, dan berpikiran global.
Budaya sebagai Jantung Identitas
Ach. Syauqi, Ketua BEM FISIP Universitas Wiraraja, dalam sambutannya berbicara dengan nada penuh keyakinan.
“Budaya Madura bukan sekadar peninggalan masa lalu, melainkan cermin kepribadian yang membentuk karakter masyarakat. Ia adalah kekuatan yang bisa menjadi magnet dunia, bila kita mampu mengemasnya dengan cara yang tepat” ujarnya.
Pernyataan Syauqi itu seperti menggugah kesadaran kolektif bahwa di tengah hiruk-pikuk globalisasi dan arus budaya asing, generasi muda Madura punya peran vital yaitu menjadi penjaga nilai sekaligus inovator yang mampu menafsirkan ulang budaya dalam konteks modern.
Kampus sebagai Lentera Budaya
Menutup kegiatan, Ach. Syauqi menyampaikan harapan besar agar Universitas Wiraraja menjadi pusat kajian budaya Madura, tempat di mana pengetahuan dan tradisi bertemu untuk melahirkan inovasi.
“Kami ingin kampus ini menjadi lentera bagi budaya Madura. Dari sini, semoga lahir generasi yang tidak hanya mencintai tradisi, tapi juga mampu memperkenalkannya ke dunia dengan bangga” tutupnya.
Penulis : A. Warits
Editor : Ghauzan


 
					





 
						 
						 
						 
						 
						








