“Dari gua sunyi di Gunung Agung hingga lorong-lorong Istana, KH. Qobul menapaki jalan spiritual penuh cahaya. Sosok kiai yang menjadi tempat berlabuh tokoh-tokoh besar bangsa dalam diam.”
KH. Qobul dan Langkah-Langkah Sunyi yang Menggetarkan Ibu Kota
RELIGI, Indeks Jatim – Tak banyak yang mengenal namanya secara terbuka. Tapi kisahnya mengalir deras dari lisan ke lisan, dari para santri hingga petinggi negeri. KH. Qobul, atau yang juga dikenal sebagai Kyai Satari, bukan sekadar sosok ulama kampung. Beliau adalah sosok Wali Poser Alam dari Tamidung, Sumenep, Madura, yang namanya melintasi batas geografi hingga ke jantung istana.
Dalam senyap, langkah-langkahnya pernah menjejak rumah Presiden di Jl. Cendana, bahkan hingga ke Istana Bogor. Tak ada pengawalan, tak ada peliputan. Yang ada hanyalah selembar surat jalan dengan Nomor: SJ-1685/IX/1985 atas nama: K. SATARI H. KABUL dari MABES ABRI tertanggal Jakarta, 9 September 1985. Beliau berbekal secercah niat suci yaitu menyampaikan doa dan jaza’ untuk keselamatan bangsa.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Misteri Supersemar dan Doa yang Menyertai
Dalam riuh rendah sejarah bangsa, Supersemar (Surat Perintah 11 Maret) yang masih menjadi tanda tanya besar. Namun di antara bisikan sejarah, muncul satu nama yang disebut-sebut memegang kunci misteri itu: KH. Qobul. Benarkah surat bersejarah itu pernah singgah di tangannya? Ataukah hanya kebetulan belaka bahwa Presiden Soeharto, secara diam-diam, pernah datang ke rumahnya dua kali, tanpa sepengetahuan keluarga?
KH. Qobul tak pernah mengklaim. Ia hanya tersenyum ketika ditanya. “Yang datang itu Pak Tri Sutrisno, sebelum jadi Wakil Presiden,” ujarnya suatu ketika. Namun banyak yang percaya, kedekatannya dengan para pemimpin bukan karena kekuatan duniawi, melainkan karena pancaran spiritual yang tak kasat mata.
Jalan Sunyi Menuju Cahaya
Lahir tanpa catatan pasti, ditinggal orang tua sejak remaja, KH. Qobul muda justru memilih jalan yang berbeda yakni berkhalwat di Gunung Agung, Panarukan. Di sanalah, dalam keheningan dzikir dan kontemplasi, beliau pertama kali bertemu dengan serombongan tokoh-tokoh besar seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir, dan Jendral Sudirman
Tapi yang paling mengguncang adalah kabar beliau dihadiri oleh Sayyidina Umar RA (melalui mimpi yang diyakininya sebagai haq). Ilmu Jaza’, sebuah amalan doa khusus yang diyakini sebagai pegangan ilmu spiritualnya yang diwarisi langsung oleh Sayyidina Umar RA melalui mimpinya.
Tak berhenti di sana, beliau juga bercerita sering didatangi langsung di dhalem tepatnya di langghar bidhik/tabing (terbuat dari bambu) oleh Nabi Allah Khidir.
Sedangkan gelar Wali Poser Alam itu atas petunjuk dari Kiai Sudrajat (kiai yang memiliki banyak santri dan ribuan jamaah pengajian, di daerah pulau jawa) melalui istikharahnya dimana pada saat itu kiai Sudrajat ditimpa ujian yaitu ribuan jamaahnya bubar tanpa sebab. Sehingga kiai Sudrajat dalam istikharahnya mendapat petunjuk/wangsit/isyaroh disuruh mencari bindhara Sattari, dalam petunjuknya dikatakan bahwa bindhara Sattari itu wali Allah yaitu “Wali Poser Alam”. Dalam petunjuknya pula disebutkan, dikatakan kepada kiai Sudrajat bahwa disuruh mencari bindhara Sattari ke arah timur daya pulau Madura tepatnya di Kaju Raja (pohon besar). Lalu beberapa orang santri diutus ke berbagai tempat, ada yg diutus pergi ke arah selatan, barat, timur dan utara. Lalu satu orang santri yang berjalan ke arah utara di pulau Madura, didapatlah petunjuk dari penduduk desa di Gapura lalu diantarlah ke dhalem bindhara Sattari (waktu itu belum melaksanakan ibadah haji sehingga dipanggil bindhara Sattari) dan setelah melaksanakan ibadah haji maka beliau berganti nama menjadi KIAI HAJI QOBUL (mengambil nama dari orang tuanya yaitu Kiai KabbuI/QobuI sepuh).
Kembali kepada gelar kiai Qobul lalu beliau dijuluki dengan WALI POSER ALAM Santri utusan tersebut lalu menceritakan kepada kiai Kabbul bahwa kiainya ditimpa ujian, bahwa ribuan jemaahnya bubar tanpa sebab dan disuruh mencari bindhara Sattari atau Wali Poser alam tempatnya didekat kaju raje.
Sepulangnya si santri, kiai Kabbul bercerita kepada tamunya/pasiennya bahwa dirinya didatangi santri suruhan kiai Sudrajat, kata santri tersebut dirinya disebut Wali Poser Alam. Lalu dikenallah beliau oleh orang banyak seantero nusantara bahwa Kiai Kabbul adalah Wali Poser Alam.
Bukan Panglima Perang, Tapi Panglima Do’a
Di tengah derasnya arus sejarah, KH. Qobul bukanlah sosok yang mengangkat senjata. Ia tidak hadir di medan laga dengan bedil dan bom. Tapi di balik layar, beliau turut serra mengangkat tangan, berdoa, dan mengirim jaza’ bagi tentara-tentara Islam yang sedang berjuang mempertahankan tanah air.
“Saya bukan pejuang senjata, saya cuma tukang jaza’,” begitu katanya dengan penuh rendah hati. Tapi dalam dunia spiritual, jaza’ adalah amalan berat yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang dekat dengan Allah dan makhluk-makhluk pilihan-Nya.
KH. Qobul dan Warisan Tak Kasat Mata
Keterkenalan KH. Qobul bukan karena jabatan, bukan karena media. Tapi karena ketulusan dan ketersambungannya dengan dimensi langit. Album-album foto di Istana, surat resmi dari Soekarno, hingga hubungan erat dengan tokoh-tokoh nasional, semuanya menjadi bukti bahwa doa orang-orang saleh tak pernah sia-sia.
Menjelang pemilu atau momen genting nasional, orang-orang datang padanya. Dari Banser, Pagar Nusa, hingga para jenderal. Mereka meminta satu hal, yakni jaza’. Sebentuk doa keselamatan, penjagaan, dan perlindungan.*
Penulis : A. Warits
Editor : Ki Wiralodra
Sumber Berita : https://kiwiralodra.wordpress.com/