SUMENEP, Indeks Jatim – “Bang, di mana gerombolan ikan hari ini?” sebuah percakapan lewat platform Whatsapp yang menjadi titik awal dari sebuah transformasi signifikan di sektor kelautan. Interaksi digital yang tampak biasa ini kini berperan penting dalam mendorong lahirnya inovasi berbasis teknologi bagi kalangan nelayan, khususnya di wilayah pesisir Madura. Pemanfaatan teknologi komunikasi menjadi langkah strategis dalam meningkatkan efisiensi pencarian ikan, sekaligus menandai dimulainya era baru yang lebih adaptif dan berkelanjutan dalam praktik perikanan tradisional.
Teknologi itu dikembangkan oleh Ach. Nur Aqil Wahid, seorang magister kecerdasan buatan (AI) asal Sumenep, Madura, yang kini menetap di Yogyakarta. Ia berhasil merancang sistem AI berbasis chatbot yang memungkinkan nelayan mencari lokasi tumpukan ikan hanya melalui percakapan sederhana via WhatsApp.
“Kami ingin nelayan tidak lagi berangkat melaut dengan harapan kosong. Cukup kirim pesan WhatsApp, sistem akan menjawab di mana posisi ikan, jenisnya, dan kapan waktu terbaik untuk melaut,” ujar Aqil kepada media ini, Senin (23/06/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Teknologi yang dikembangkan Aqil bukan sekadar chatbot pintar. Ia mengintegrasikan berbagai sumber data real-time seperti sensor sonar dari perahu nelayan, suhu dan arus laut, data cuaca BMKG, serta catatan historis migrasi ikan.
Sistem ini kemudian dilatih menggunakan machine learning untuk memprediksi perilaku ikan berdasarkan pola waktu, lokasi, musim, dan variabel lingkungan lainnya.
“Misalnya, data menunjukkan bahwa ikan tongkol cenderung muncul pukul 04.30–08.00 di barat laut Gili Raja saat suhu laut 27–28°C. Maka AI akan memberi rekomendasi itu kepada nelayan sebelum mereka turun ke laut,” papar Aqil.
Tak heran jika kini, beberapa grup WhatsApp nelayan di pesisir Sumenep mulai ramai dengan percakapan yang tak biasa. Pertanyaan sederhana seperti “Di mana gerombolan ikan hari ini?” kini dijawab dengan titik koordinat lengkap, jenis ikan, dan waktu terbaik menangkapnya.
Sebelum teknologi ini hadir, para nelayan biasanya baru bisa memanfaatkan alat GPS Ikan (Fish Finder) saat sudah berada di tengah laut. Itu pun dengan risiko tinggi cuaca buruk, biaya solar, dan waktu melaut yang tidak efisien.
Dengan hadirnya sistem prediktif berbasis AI dan WhatsApp, nelayan kini bisa merencanakan keberangkatan dengan jauh lebih pasti. Mereka tahu ke mana harus pergi, jam berapa sebaiknya berangkat, dan ikan jenis apa yang akan mereka kejar.
“Ini bukan sulap. Ini hasil dari kerja kolaboratif antara nelayan, teknologi, dan data. AI hanya membantu membaca pola,” ujar Aqil merendah.
Aqil Wahid mengaku, teknologi ini masih dalam tahap pengembangan lanjutan dan kini sedang diujicobakan secara terbatas di beberapa desa pesisir di Kabupaten Sumenep. Harapannya, model ini bisa direplikasi secara nasional untuk membantu nelayan tradisional di seluruh Indonesia.
“Nelayan Indonesia punya pengetahuan empiris yang luar biasa. Kami hanya memperkuat itu dengan alat bantu cerdas agar mereka lebih untung dan aman,” tutupnya.
Inovasi ini membuktikan bahwa anak daerah tidak hanya mampu bersaing dalam teknologi, tapi juga mampu melahirkan solusi nyata dari kampung untuk dunia. Di tangan Aqil, WhatsApp tak lagi sekadar tempat bertukar kabar, tapi menjadi radar digital pencari ikan yang ramah dan mudah diakses siapa saja.
Penulis : A. Warits
Editor : Ghauzan