SUMENEP, Indeks Jatim – Pembangunan di 74 desa di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, kini berada di persimpangan kritis. Kepastian pencairan Dana Desa (DD) tahap II telah gagal total akibat implementasi mendadak Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025. Kebijakan fiskal yang baru terbit pada 25 November ini dinilai setara dengan “rem darurat” yang menghentikan paksa program kerja desa yang telah terstruktur sejak awal tahun anggaran.
Fenomena ini bukan sekadar masalah administrasi, melainkan isu fundamental yang mengancam asas perencanaan partisipatif yang diamanatkan oleh Undang-Undang Desa. DD tahap II, yang merupakan alokasi non-earmark, adalah nadi utama untuk pembiayaan pembangunan fisik dan penguatan layanan publik yang krusial.
Paradoks Regulasi: Ketika Aturan Mengkhianati Perencanaan
Ketua Persaudaraan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Sumenep, H. Abdul Hayat, atau akrab disapa H. Obet, menegaskan bahwa kerugian yang ditimbulkan sangat masif, khususnya bagi desa non-earmark yang dananya belum tersentuh.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami secara tegas menilai penerapan PMK 81/2025 ini cacat karena bersifat surut atau retrospektif, pengajuan pencairan telah kami layangkan sejak 17 September 2025. Sangat tidak logis jika regulasi yang terbit dua bulan setelahnya justru memblokir dananya. Ini melumpuhkan semangat UU Desa dan musyawarah yang telah kami lakukan” ujar H. Obet.
Dana yang seharusnya menjadi katalisator bagi Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) kini tertahan di pusat, menyebabkan banyak program pembangunan vital terpaksa ditunda atau bahkan dibatalkan. Stagnasi ini tidak hanya dialami Sumenep, namun menjadi isu nasional yang merugikan ribuan desa lainnya.
Komitmen Perjuangan PKDI Tempuh Jalur Resmi Demi Kepastian Fiskal
Menghadapi kebuntuan ini, PKDI Sumenep mengambil sikap yang terukur dan profesional. Berbeda dengan langkah demonstrasi yang ditempuh pihak lain, PKDI memilih jalur komunikasi resmi dan advokasi terstruktur.
PKDI berkomitmen penuh untuk memperjuangkan hak-hak desa melalui mekanisme kelembagaan yang diakui. Surat resmi dan permintaan audiensi telah dilayangkan kepada Kementerian Keuangan, Kementerian Desa, dan siap melakukan lobi hingga ke level Sekretariat Kabinet.
“Fokus kami hanya satu, menuntut pencairan Dana Desa tahap II yang tertahan sejak 17 September 2025 segera dicairkan. Kami meminta Pemerintah Pusat untuk meninjau ulang atau bahkan mencabut PMK 81/2025 karena kebijakan ini terbukti membuat laju pembangunan desa menjadi nol” tegas H Obet, menutup pernyataan dengan janji perjuangan tanpa henti demi keberlangsungan program desa.
Keputusan pemerintah pusat atas desakan ini akan menjadi ujian nyata terhadap komitmen negara dalam mendukung otonomi desa dan menjamin keberlanjutan pembangunan infrastruktur di tingkat tapak.
Penulis : A. Warits
Editor : Ghauzan
















